Wednesday 3 February 2016

Jalan Cinta Para Aktivis




Catatan Seorang WNI || Jalan Cinta Para Aktivis


Bukanlah sebuah jabatan dan kedudukan yang kami harapkan, kita hanya ingin memenuhi  janji untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesamanya. Ah, mungkin kita telihat berpura-pura tak cinta harta benda, tetapi ya inilah diri kita dan perjuangan kita. Jalan ini tidak mudah, kawan. Jalan ini, ya jalan ini sampai akhirnya mempertemukan kita semua disini. Di jalan ini kita sama berjuang, ah terlalu sepele jika dibandingkan dengan para pejuang, namun kita sering menggunakan kata ini untuk membangkitakan rasa semangat kita untuk tetap berada di jalan ini.

Hanya perlu keikhlasan untuk menjalani jalan ini, keikhlasan untuk berpikir lebih, keikhlasan untuk berkorban lebih, keikhlasan untuk disakiti lebih, dan keikhlasan untuk berlapang dada lebih. Inilah yang diperlukan untuk menjalani jalan ini. Apakah jalan ini sebegitu sulit untuk dilalui?
Mengapa persyaratannya begitu berat dan terlihat sangat menyakitkan? Apa balasannya?

Balasannya hanya ridha Illahi. Ya, balasannya hanya itu saja. Jika kau mengharapkan lebih, maka bukanlah jalan ini tempatnya. Silahkan kau cari jalan lainnya. Jika kau dapati aku mendapatkan hal-hal yang lainnya ini merupakan bonus. Setelah lelah dan letih seharian menjalankan sebuah kegiatan, bonusnya itu tidak lebih hanya nasi bungkus untuk makan siang atau makan malam. Anehnya, setelah acara itu berlangsung, kita merasakan senang dan bahagia, padahal setelah kegiatan itu kita harus kembali lagi menjadi mahasiswa, diterejang oleh beberapa tugas-tugas dan ujian-ujian matakuliah. Kadangkala kita harus memutar otak bagaimana semua tugas-tugas itu dapat dikerjakan dengan baik.

Semuanya harus berlangsung di waktu yang bersamaan, hingga terkadang aku berpikir bahwa kita menggadaikan masa muda kita dengan perjuangan ini. Namun, aku tahu bahwa kita ternyata sedang dijaga olehnya dari perbuatan-perbuatan sia-sia.

Sungguh, perjalanan ini sangat melelahkan. Tetapi kawan, entah kenapa kita pilih jalan ini. Aku pun sempat bertanya pada diriku mengapa jalan ini yang aku pilih. Karena cinta, ya karena cinta sehingga kita saling terhubung dalam jalan ini, dengan ikatan atas nama cinta untuk tetap terus bersama. Emas menggunung dan mahkota bertakhta berlian pun tak akan pernah sanggup membayar ini semua. Namun, aku masih heran, mengapa kita masih mau berada di jalan ini. Aku menyebutnya jalan cahaya, dimana jalannya yang panas, dan aku berharap ada angin segar yang menghembus untuk sekedar menyejukkan hati ini.

Bahkan, terkadang orang-orang di sekitar kita pun tak mengahargai, tetapi masih saja kita berada di jalan ini. Tidak sedikit mereka mencemooh kita. Banyak yang berkata ini hanyalah pelarian dari akademik kita yang buruk. Atau banyak yang berkata ini adalah maneuver agar kita dapat terkenal dengan cepat. Atau yang lebih menyakitkan lagi banyak yang berkata bahwa kita hanyalah sekelompok orang yang kurang kerjaan. Sungguh miris, kawan. Ya, semua itu tidaklah berbayar dan hanya atas dasar cinta kita melakukannya.

Mereka tidak tahu kalau kita berjuang untuk nilai akademik, sembari harus memikirkan program-program kerja yang telah disusun, mengerjakan tugas di sepinya malam, berselimutkan bintang temaram yang menenteramkan hati, dan tidur bersama senandung nyanyian malam.
Metematika kita sungguh membingungkan, siapa dia, siapa kita. Kita tidak terhubung oleh suatu ikatan keluarga. Tapi mengapa kita masih saja memperjuangkannya, memikirkannya, mau bersusah payah, dan membantunya? Lantas apa yang kita dapatkan? Kita hanya tersenyum jika pertanyaan itu terlontar. Sungguh, matematika yang sangat membingungkan.


Kawan, bekerja disaat yang lain terlelap, bersemangat disaat yang lain mengeluh, berteriak disaat yang lain diam, dan berlari disaat yang lain berjalan. Angkuhknya kita sering bersuara bahwa jalan inilah yang sangat membutuhkan kita. Namun, ternyata kawan, kitalah yang sebenarnya membutuhkan jalan perjuangan ini. untuk mencari ridhanya. Untuk merasakan anginnya berjuang, kitalah yang membutuhkan jalan ini untuk senantiasa saling terhubung, dalam ikatan ikatan yang disebut dengan ukhuwah.

Terkadang lelah itu menghampiri, terkadang jenuh itu menghinggapi, terkadang air mata itu tak tertahankan lagi, dan peluh terus menetes. Namun, aku tahu pasti kita akan selalu ada untuk memberikan senyuman paling hangat, dan untuk menghapus air mata ini. Memberikan cinta penawar luka.

Biarkan mereka, yang tidak tahu apa-apa terus mencemooh kita, biarkan mereka terus menghakimi kita, biarkan mereka terus menyudutkan kita, namun aku tahu pasti kau dan aku, kita akan terus berada di jalan ini. Mencari puing-puing berserakan, menyusunnya dalam sebuah kumpulan mozaik indah untuk agama, untuk almamater, dan untuk bangsa kita. Untuk sekedar torehan indah dalam episode hidup kita.
Inilah jalan kita, jalan cahaya yang penuh cinta, aku lebih senang menyebutnya dengan jalan cinta, karena atas dasar inilah, aku dan kau, kita dapat berjalan bersama, dengan matematika yang sangat membingungkan.



Nugroho Adi, Susanti Laras, Rachman Hustina Purnawati, DKK. 2012. Belajar Merawat Indonesia.

0 komentar:

Post a Comment

 

Agung Ramadhany Template by Ipietoon Cute Blog Design